Untuk : Sang Pemimpin
Sore sepulang kerja ( Senin sore ) aku pergi ke sebuah rumah sakit yang tidak jauh dari tempat tinggalku. Aku memilih rumah sakit ini karena memang sedang berkembang tambah maju juga dikenal dengan rumah sakit yang cukup baik dalam pelayanan sosial terhadap masyarakat sekitar.
Aku kerumah sakit karena sudah tidak tahan terhadap rasa nyeri disebelah tangan kiriku yang semakin jadi. Selain sakitnya tambah nyeri kini aku sudah mulai kesulitan melakukan aktifitas sehari - hari, apalagi tugasku dikantor menuntut stamina dan fikiran yang prima. Jelas rasa nyeri yang kualami ini sangat menggangu konsentrasiku.
Pukul 18.30 aku sudah sampai di rumah sakit dan langsung mendaftarkan diri untuk praktek dokter yang pukul 19.00. Dengan sigap petugas rumah sakit melayaniku dan langsung memintaku untuk mengunggu di ruang tunggu.
Tunggu punya tunggu dokter baru tiba pukul 20.00 dari pukul 19.00 yang dijadwalkan, sempat aku bertanya dengan sang perawat kok dokternya terlambat ? sementara rasa nyeriku semakin menjadi. Alasan yang kuterima sangatlah klise yaitu : macet dijalan. Aku tidak membayangkan bagaimana kalau pasiennya sedang sekarat ya ?
Tepat pukul 20.00 aku dimasuk bertemu dengan sang dokter spesialis. Aku ceritakan semua keluhanku tentang rasa nyeri dilengan sebelah kiri kemudian yang paling menakutkan diriku adalah dimana aku sudah mulai tiga hari yang lalu merasakan gejala vertigo.
Setelah mendengar keluhanku Sang Dokter Spesialis langsung menuliskan resepnya yang cukup banyak dengan sedikit informasi bahwa kondisi diriku terlalu letih sehingga otakku kekurangan asupan oksigen dan pada akhirnya menimbulkan effek saraf lenganku menjadi kaku dan tertarik. Hal ini disebabkan aku akhir - akhir ini sering berhadapan dengan komputer yang terlalu lama tanpa diimbangi olah raga yang cukup.
Tidak hanya resep obat sebagai penyembuh, Sang Dokter juga mewajibkankanku harus mengikuti teraphi selama hampir satu minggu untuk memulihkan kondisi saraf motorikku. Teraphi berupa disinar dengan memakai gelombang ultrasonic dan infra merah dan dilengkapi dengan pijat.
Setelah menerima resep dokter aku langsung menju apotek untuk mendapatkan obat dan kebagian fisioteraphi untuk mendaftarkan. dibagian Fisioteraphi ternyata waktu prakteknya sudah tutup karena waktu menunjukan sudah pukul 21.00. Aku diminta untuk melakukan fisioteraphi pada esok harinya.
Sekitar pukul 21.30 petugas apotek memanggil namaku untuk segera mengambil obat - obat yang telah dipersiapkan. Alangkah kagetnya aku ketika aku melihat total obat yang ditebus berjumlah Rp. 350.000,- belum lagi ditambah dengan biaya konsultasi dokter Rp. 150.000,- Ini harus ditambah lagi dengan perkiraan biaya fisioteraphi dan dokter Rp. 200.000,- Jadi kira - kira biaya yang harus dikeluarkan dari kocekku sekitar Rp 700.000,- Tapi untunglah semua biaya pengobatan ini ditanggung oleh asuransi kesehatan dari perusahaanku. Sehingga aku tidak mengeluarkan uang untuk itu.
Tak bisa kubayangkan bagaimana kalau hal ini menimpa anak buahku yang rata - rata bekerja dengan status kontrak ? Yang hanya dengan upah UMR ? Alangkah sulitnya hidupnya hidup mereka ? Bagaimana mereka menyiasati untuk hidup sehat ? Dengan penghasilan UMR mereka harus membagi - bagi pengeluaran untuk kebutuhan sehari - hari, bulanan dan termasuk biaya kesehatan. Belum lagi jika telah memiliki istri dan anak ?
Coba bayangkan dengan status bekerja mereka tanpa harapan masa depan yang pasti ( Hanya 3 Tahun kontrak ) ditambah lagi terbatasnya fasilitas kesehatan yang mereka miliki sedangkan faktor kesehatan sangat mempengaruhi dari produktifitas yang mereka hasilkan. Sangatlah ironis apabila kita tidak memikirkan nasib mereka.
Sedangkan perkembangan kemajuan perusahaan adalah hasil jerih payah kerja mereka. tetapi disisi lain alokasi dana jaminan kesehatan mereka tersisihkan / termarginkan. Kasihan mereka!
Ternyata untuk hidup sehat itu masih sulit di negeri kita yang konon katanya negara paling terkaya didunia akan sumber daya alamnya. Arti hidup sehat yang sesungguhnya masih dinikmati oleh segelintir orang - orang disekeliling kita sedangkan untuk kaum marginal belum tersentuh dalam arti yang sesungguhnya.
Wajar saja kalau banyak rakyat kita berduyun - duyun mencari pengobatan alternatif ( Ex. Si Ponari ) tanpa berfikir rasional lagi akan dampak negatifnya. Jelas bahwa tujuan mereka mancari pengobatan yang terjangkau dengan kocek mereka, apapun resikonya termasuk dengan menghadapi sakratul maut sekalipun.
Inilah potret arti hidup sehat di negeri kita. semoga menjadi cermin untuk diri kita, untuk para pemimpin negeri ini menjadi lebih realistik melihat kenyataan dan segera mengambil kebijakan yang dalam. Selamatkan bangsa kita dengan memberikankan mereka hidup sehat, sehat dalam arti yang sesungguhnya sehat rohani dan sehat jasmani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar